Categories CoffeeBlues

Dewan Adat Badan Musyawarah Betawi Berikan Gelar Kehormatan “Abang Betawi” kepada Ketua DPD RI

Jakarta, Delapanplus.com –

Pada acara pembukaan Rapat Kerja (Raker) I dan Anugerah Gelar Kehormatan Abang Mpok Betawi yang diselenggarakan Dewan Adat Badan Musyawarah (Bamus) Betawi memberikan Gelar Kehormatan “Abang Betawi” kepada Ketua DPD RI di Gedung Vokasi Kementerian Tenaga Kerja (3/8).

“Bagi saya, hanya negara yang besar yang dapat menghargai dan merawat sejarah, tradisi, adat dan budayanya,” jelas Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

Dan atas dedikasinya untuk masyarakat adat, Ketua DPD RI disematkan gelar kehormatannya ‘Abang Betawi’ oleh Bamus Betawi.

Ketua DPD RI didampingi Senator Sylviana Murni (Jakarta) dan Sekjen DPD RI, Rahman Hadi. Selain hadir pula, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor, Ketua Umum Dewan Adat Bamus Betawi Muhammad Rifqi (Ekki Pitung) dan Ketua Majelis Adat Bamus Betawi Brigjen (Purn) Abdul Syukur, Ketua Umum DPP KNPI M Ryano Panjaitan dan tamu undangan lainnya.

Dipaparkan LaNyala bahwa sebagai Lembaga Tinggi Negara yang mewakili daerah, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) memiliki komitmen yang jelas terhadap kepentingan seluruh daerah di Indonesia. Salah satunya adalah berkaitan dengan eksistensi masyarakat adat serta kerajaan dan kesultanan Nusantara.

Dan perlu diketahui pula, bahwa selama lima tahun memimpin DPD RI, Senator asal Jawa Timur ini intens menjalin komunikasi dengan komunitas adat serta kerajaan dan kesultanan Nusantara.

Seperti saat ini, DPD RI tengah fokus menawarkan Poposal Kenegaraan untuk melakukan kaji ulang Konstitusi hasil Reformasi. Salah satu klausulnya adalah mengembalikan MPR RI sebagai Lembaga Tertinggi Negara. Hal itu perlu dilakukan dalam rangka mengembalikan bangsa ini kepada rel yang telah ditetapkan para pendiri bangsa.

Dengan mengembalikan MPR RI sebagai Lembaga Tertinggi Negara, LaNyalla menyebut seluruh elemen bangsa, termasuk masyarakat adat, memiliki ruang yang sama untuk menentukan arah perjalanan bangsa.

“Kaji ulang Konstitusi itu dimaksudkan untuk memberikan tempat kembali kepada Utusan – Utusan dari unsur masyarakat adat dan pewaris kerajaan serta kesultanan Nusantara untuk duduk di MPR RI. Sehingga mereka dapat ikut menentukan arah perjalanan bangsa melalui penyusunan GBHN,” tutur LaNyalla.

Nantinya, LaNyalla mengimbuhkan, Utusan-Utusan dari elemen masyarakat tersebut harus benar – benar diutus dari bawah oleh komunitasnya, bukan dipilih melalui Pemilu, bukan pula ditunjuk oleh Presiden.

“Sehingga yang diutus adalah tokoh-tokoh terbaik, yang layak disebut sebagai Para Hikmat Kebijaksanaan, alias tokoh-tokoh yang memang memiliki keluhuran budi pekerti,” terang LaNyalla.

Selain mendorong bangsa ini membangun konsensus untuk kembali kepada UUD 1945 naskah asli untuk selanjutnya disempurnakan dengan teknik adendum, LaNyalla menyebut DPD RI juga telah mengajukan beberapa Rancangan Undang-Undang (RUU) yang terkait dengan Adat dan Kerajaan Nusantara.

“Baik yang murni dari inisiatif DPD RI, maupun yang diajukan sebagai inisiatif bersama dengan DPR RI. Di antaranya RUU tentang Perlindungan dan Pelestarian Adat Kerajaan Nusantara dan RUU tentang Bahasa Daerah,” ujar LaNyalla.

DPD RI juga terus mendorong RUU tentang Masyarakat Adat yang diajukan DPR RI dan sudah 14 tahun sejak dirancang, namun masih juga belum disahkan menjadi Undang – Undang.

“Inilah kerja konkret keberpihakan DPD RI
kepada kepentingan daerah, dalam konteks keberpihakan DPD RI kepada masyarakat adat dan sejarah serta budaya kerajaan Nusantara,” kata LaNyalla.

Ia berharap dengan lahirnya semua Undang- Undang tersebut, Dewan Adat Badan Musyawarah (Bamus) Masyarakat Betawi, sebagai induk ormas – ormas ke-Betawian, serta elemen masyarakat adat lainnya memiliki payung hukum yang lebih kuat dalam bertugas untuk menjaga, melestarikan serta mengembangkan budaya dan nilai kearifan lokal Jakarta.

Pada kesempatan itu, LaNyalla juga menyampaikan jika ia memiliki kaitan erat dengan Jakarta yang merupakan basis wilayah suku Betawi.

“Saya ini berdarah suku Bugis dan dibesarkan di Surabaya. Tetapi saya punya sejarah yang tidak bisa dilepaskan dengan Jakarta, karena saya dilahirkan di Jakarta. Jadi di dalam KTP saya, selamanya akan tertulis, kelahiran Jakarta,” demikian LaNyalla.

)**D. Junod

 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like