Jeritan Nasabah Bumi Putera: Harapan Terakhir di Pengadilan

Jakarta (Delapanplus) :

Sidang gugatan para mantan nasabah Bumi Putera di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memuncak jadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan. Putusan hakim menjadi harapan nasabah.

Ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mendadak sunyi, dipenuhi ketegangan dan air mata. Di tengah suasana yang sarat emosi itu, Drs. Endar P. Satriyanto, MM berdiri tegak. Ia bukan hanya penggugat, tapi simbol dari ribuan suara kecewa—nasabah Bumi Putera yang merasa dikhianati.

“Kami berharap Hakim sebagai wakil Tuhan bisa melihat ketidakadilan ini dan mengabulkan gugatan kami,” ucap Drs. Endar P. Satriyanto, MM lantang didampingi Eva usai sidang perkara 1165/Pdt.G/2024/PN.Jak.Sel.

Drs. Endar P. Satriyanto, MM, dengan tegas membantah kesaksian yang diajukan pihak tergugat. Menurutnya, saksi tersebut tidak merepresentasikan realitas mereka sebagai korban. Ia menjelaskan bahwa saksi tergugat justru masuk dalam program Penurunan Nilai Manfaat (PNM) pada tahun 2019, sedangkan kontrak milik para penggugat telah lama berakhir.

“Kesaksian itu tidak relevan. Kami tidak ikut PNM karena kontrak kami sudah selesai,” tegas Endar dan Eva bersama. Kalimat itu meluncur dari bibirnya seperti peluru yang ditembakkan dari rasa kecewa yang telah menumpuk bertahun-tahun.

Fien Mangiri S.Sn., SH., MH., selaku kuasa hukum para nasabah, memperkuat pernyataan Endar. Ia menyebut bahwa kliennya telah menyelesaikan kontrak sejak 2018 hingga 2022. “Sementara saksi baru ikut tahun 2023. Ini dua hal yang jelas berbeda. Mengapa malah dijadikan perbandingan?” serunya dengan nada tajam.

Endar, yang turut hadir dalam persidangan, mengungkapkan rasa sakit yang dirasakan para penggugat. “Kami korban. Kami tidak lagi aktif sebagai peserta. Tapi kami justru yang dikorbankan. Kami butuh kepastian, bukan pengabaian,” tegasnya, menggambarkan beban emosional yang mereka tanggung.

Sidang yang digelar kemarin bukanlah awal, dan mungkin juga bukan akhir. Bagi para nasabah, ini adalah perjuangan yang panjang dan melelahkan. Mereka tidak lagi hanya menuntut uang mereka kembali, melainkan juga martabat dan keadilan yang selama ini dirampas.

“Ini bukan sekadar nominal. Ini soal hak kami sebagai warga negara dan konsumen. Jangan biarkan kami terus dibungkam,” ujar Fien dengan penuh keyakinan.

Majelis Hakim telah menjadwalkan pembacaan putusan pada 21 Mei 2025 melalui sistem E-Court. Tanggal itu menjadi penentu: apakah hukum akan berdiri tegak di sisi rakyat, atau justru berpaling dari jeritan keadilan?

)**Yuri

By Redaksi

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *