Jakarta (Delapanplus) :
Tahun 2025 diawali dengan serangkaian tantangan ekonomi yang semakin menekan rakyat kecil. Kenaikan harga kebutuhan pokok, pemangkasan subsidi, dan kebijakan energi yang kurang berpihak telah memperberat beban hidup masyarakat. Salah satu permasalahan yang mencuat adalah kelangkaan gas elpiji 3 kg, yang kini menjadi barang langka di berbagai daerah.
Kelangkaan ini bukan hanya menciptakan antrean panjang, tetapi juga menimbulkan dampak tragis bagi rakyat kecil. Seorang ibu rumah tangga di Pamulang, Tangerang Selatan, dilaporkan meninggal dunia akibat kelelahan setelah berjam-jam mengantre demi mendapatkan gas subsidi.
Peristiwa ini menjadi bukti bahwa kebijakan pemerintah dalam distribusi gas elpiji 3 kg tidak memperhitungkan kesiapan infrastruktur dan akses masyarakat kecil terhadap kebutuhan pokok mereka.
Kebijakan larangan penjualan gas elpiji 3 kg di tingkat pengecer sejak 1 Februari 2025 justru memperparah keadaan. Masyarakat terpaksa mencari gas di pangkalan resmi, yang jumlahnya terbatas dan sering kali tidak mampu memenuhi permintaan.
Akibatnya, antrean semakin panjang, dan rakyat kecil yang bergantung pada gas subsidi ini harus berjuang lebih keras untuk mendapatkannya.
Lebih ironis lagi, pemerintah terus menyampaikan bahwa rakyat adalah tuan di negeri ini. Namun, realitas berkata lain. Rakyat kecil yang seharusnya dilindungi justru dibiarkan berjuang sendirian menghadapi kelangkaan gas.
Kematian seorang ibu rumah tangga akibat antre gas bukan sekadar insiden biasa, melainkan cerminan dari kebijakan yang terkesan tergesa-gesa.
Oleh karena itu, pemerintah harus segera bertindak untuk mengatasi krisis ini. Pertama, kebijakan distribusi gas elpiji 3 kg perlu dievaluasi agar lebih efektif dan tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.
Kedua, pemerintah harus menjamin ketersediaan gas subsidi di seluruh daerah, sehingga rakyat tidak perlu bersusah payah mendapatkannya.
Selanjutnya, kebijakan yang diterapkan harus mempertimbangkan kesiapan infrastruktur dan dilakukan dengan sosialisasi yang matang. Keputusan yang diambil secara terburu-buru hanya akan merugikan masyarakat kecil.
Di samping itu, transparansi dalam pengelolaan subsidi energi harus dijamin agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh mereka yang berhak, bukan hanya menjadi sekadar wacana politik.
Pemerintah juga perlu menetapkan langkah darurat untuk mengatasi kelangkaan gas elpiji 3 kg. Jangan sampai rakyat terus-menerus menjadi korban dari kebijakan yang tidak matang dan minim perencanaan.
Jika pemerintah tidak segera bertindak, bukan tidak mungkin akan muncul korban-korban lain yang harus membayar harga atas keputusan yang tidak berpihak pada rakyat.
Krisis ini seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah untuk introspeksi dan memperbaiki tata kelola subsidi energi. Rakyat kecil tidak boleh terus-menerus menjadi korban.
Pemerintah harus segera bertanggung jawab dan mengambil langkah konkret agar kejadian serupa tidak terulang. Jangan biarkan rakyat semakin menderita akibat kebijakan yang tidak berpihak kepada mereka.
)**Oleh Al Hidayat Samsu, SPd, MPd, Anggota Komite III DPDRI