Categories Entertainment Hukum

Wulan Sadeva Murka Sebut Konten Resbob Merusak Martabat Suku Sunda

Jakarta (DelapanPlus) :

Jagat media sosial kembali bergejolak. Kali ini, sorotan publik mengarah pada konten seorang kreator bernama Resbob yang dinilai telah melecehkan dan menghina suku Sunda. Reaksi keras pun datang dari berbagai kalangan, salah satunya dari selebriti Wulan Sadeva yang secara terbuka menyatakan kekecewaan dan kemarahannya.

Wulan Sadeva mengaku pertama kali mengetahui peristiwa tersebut dari ramainya perbincangan di media sosial. Konten yang beredar luas itu bukan sekadar candaan, melainkan sudah menyentuh batas sensitif yang melukai identitas kultural.

Bagi Wulan, apa yang dilakukan Resbob bukan hal sepele, melainkan tindakan yang mencederai martabat sebuah suku yang dikenal menjunjung tinggi sopan santun.

“Aku melihat kejadian kelakuan Resbob di media sosial itu rame sekali, dan aku merasa kecewa juga. Aku sebagai orang Sunda merasa dihina,” ujar Wulan dengan nada tegas.

Sebagai figur publik yang lahir dan tumbuh dalam nilai-nilai budaya Sunda, Wulan menilai penghinaan tersebut sangat merusak. Ia menegaskan bahwa orang Sunda dikenal dengan tutur kata yang lembut, sikap yang ramah, serta kebiasaan menghormati lawan bicara.

Ketika nilai itu dipelintir menjadi bahan ejekan, maka yang tercoreng bukan hanya individu, tetapi identitas kolektif.

“Kalau menurut aku, orang Sunda itu kalau diajak bicara atau kita ngobrol, sopan banget. Tapi melihat Resbob sudah menghina suku Sunda, pasti orang itu tidak ada ahlaknya,” tegasnya tanpa ragu.

Pernyataan Wulan Sadeva ini dengan cepat mendapat dukungan luas dari warganet. Banyak yang menilai keberaniannya bersuara sebagai bentuk perlawanan terhadap normalisasi konten ofensif di ruang digital.

Media sosial, menurut mereka, seharusnya menjadi ruang ekspresi yang beradab, bukan panggung penghinaan yang dibungkus tawa.

Kasus ini kembali mengingatkan bahwa kebebasan berekspresi memiliki batas yang jelas. Ketika konten melampaui batas etika dan menghina identitas suku, budaya, atau kelompok tertentu, maka kritik keras bukan hanya wajar, tetapi perlu.

Di tengah derasnya arus konten viral, suara Wulan Sadeva menjadi alarm moral bahwa popularitas tidak pernah bisa dijadikan alasan untuk merendahkan martabat orang lain.

Sebab pada akhirnya, konten boleh saja hilang ditelan waktu, tetapi luka akibat penghinaan akan selalu meninggalkan jejak—dan di situlah integritas seseorang benar-benar diuji.

Menghina mungkin terasa mudah di layar ponsel, tetapi menjaga adab adalah cermin kecerdasan—dan dari sanalah publik menilai siapa yang layak didengar, dan siapa yang hanya sekadar berisik.

)**Donz / Tjoek / Foto Ist

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *