Categories Nasional popNews Utama

Yogyakarta Dorong Provinsi Pelopor Ruang Aman Perempuan, GKR Hemas dan Yashinta Sepakat Perkuat Implementasi UU TPKS

Yogyakarta (FelapanPlus) : 

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) didorong menjadi provinsi pelopor ruang aman bagi perempuan melalui implementasi konkret Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Komitmen ini ditegaskan Wakil Ketua DPD RI Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas bersama Anggota DPD RI Dapil DIY R.A. Yashinta Sekarwangi Mega dalam diskusi rutin bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY serta lima organisasi perempuan lintas iman dan latar belakang, Rabu (18/12).

Forum strategis ini melibatkan KPPI DIY, Fatayat NU DIY, Aisyiyah Muhammadiyah DIY, WKRI DIY, dan PWKI DIY, sebagai ruang konsolidasi gagasan dan aksi nyata untuk memperkuat perlindungan perempuan dan anak di Yogyakarta. Diskusi berlangsung hangat, inklusif, dan penuh semangat kolaborasi.

GKR Hemas menegaskan bahwa perjuangan menghadirkan ruang aman bagi perempuan tidak pernah lahir dari kerja tunggal. Upaya ini tumbuh dari solidaritas lintas generasi, lintas sektor, dan lintas komunitas.

Karena itu, sinergi antara DPD RI, pemerintah daerah, dan organisasi perempuan menjadi kunci penguatan kebijakan sekaligus implementasi di lapangan.

“Sebagai Anggota DPD RI, kami memandang aspirasi dan rekomendasi dari forum ini sebagai bahan strategis untuk diperjuangkan di tingkat nasional, baik dalam pengawasan kebijakan, harmonisasi regulasi, maupun penguatan peran daerah dalam perlindungan perempuan dan anak,” tegas GKR Hemas.

Dalam konteks implementasi UU TPKS Nomor 12 Tahun 2022, GKR Hemas menekankan pendekatan baru yang inklusif dan partisipatif, dengan melibatkan perempuan dan laki-laki secara setara.

Menurutnya, pencegahan kekerasan seksual tidak cukup hanya menempatkan perempuan sebagai objek perlindungan, tetapi harus menjadikan seluruh elemen masyarakat sebagai subjek aktif perubahan.

“Pendekatan ini mendorong peran laki-laki sebagai agen perubahan, membangun budaya saling menghormati, menghapus normalisasi kekerasan, serta memperkuat edukasi publik. Sistem perlindungan korban berbasis komunitas akar rumput juga perlu diperkuat. Kita bisa mulai dari Jogja,” imbuhnya.

Sejalan dengan itu, R.A. Yashinta Sekarwangi Mega menyoroti dua tantangan utama dalam implementasi UU TPKS. Pertama, masih rendahnya pemahaman aparat penegak hukum dan masyarakat tentang tindak pidana kekerasan seksual, yang berdampak pada sulitnya membawa kasus hingga proses hukum. Kedua, pentingnya percepatan pembentukan Satuan Tugas Anti Kekerasan Berbasis Gender, sebagaimana diamanahkan dalam UU TPKS.

“Budaya patriarki dan minimnya kesadaran masyarakat masih menjadi hambatan besar. Saya mengajak ibu-ibu senior dan seluruh elemen perempuan untuk bersama-sama menciptakan ruang aman bagi perempuan di DIY. Mari kita berkolaborasi memperkuat edukasi UU TPKS dan penguatan satgas anti kekerasan seksual,” ujar Yashinta.

Usulan tersebut mendapat respons positif dari Kepala DP3AP2 DIY, Erlina Hidayati, yang menegaskan bahwa regulasi tidak akan bermakna tanpa implementasi nyata dan berkelanjutan.

“Saya sepakat bahwa implementasi UU TPKS harus dilakukan secara total. Regulasi tanpa pelaksanaan di lapangan akan percuma. Karena itu, sinergi semua pihak menjadi kunci agar ruang aman bagi perempuan benar-benar terwujud, khususnya di DIY,” tutup Erlina.

Sebagai penutup forum, seluruh peserta sepakat bahwa menjadikan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai provinsi yang aman, ramah, dan berkeadilan bagi perempuan hanya dapat dicapai melalui sinergi jangka panjang. Kolaborasi antara pemerintah daerah, lembaga negara, aparat penegak hukum, organisasi perempuan, dan masyarakat sipil akan terus diperkuat.

Forum ini diharapkan menjadi titik tolak konsolidasi gerakan, mendorong implementasi UU TPKS yang berpihak pada korban, serta meneguhkan semangat gotong royong. Dari Yogyakarta, pesan itu ditegaskan: ruang aman bagi perempuan bukan sekadar wacana, melainkan keharusan yang harus diwujudkan sekarang—atau sejarah akan mengingat kita sebagai generasi yang terlambat bertindak.

)**Jegegtantri/ Foto Ist.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *